Wednesday 5 October 2011

Selamat Menempuh Peperiksaan PMR : Tips persiapan terakhir

Tips persiapan terakhir

Sebelum peperiksaan 

Sentuhan terakhir
Saat yang tidak panjang ini baguslah jika diberikan sentuhan terakhir dimana bukanlah mengharap dan memerah otak belajar tajuk yang banyak. Untuk baki tinggal beberapa jam ini bolehlah mengambil sedikit tajuk-tajuk yang dirasakan perlu diingat dan dipelajari.

Nota kecil
Nota kecil ini paling banyak membantu jika hampir sangat dengan peperiksaan, jadi ianya mampu membantu ulangkaji pantas anda.

Tingkatkan keyakinan
Biarlah anda bersedia atau tidak, yang penting anda tahu PMR itu tetap anda lalui, jika bersedih atau gementar kerana anda tidak bersedia adalah tidak patut. Tingkatkan keyakinan diri, sekurangnya bawalah sedikit bekalan yang sempat diingat, apa yang dipelajari sebelum ini ia akan datang sendiri apabila di dewan peperiksaan nanti.

Sediakan alatan secukupnya
Kadang-kadang hal remeh seperti kad pengenalan, slip dan alatan menulis perlu diingatkan. Hal ini kerana hal remeh itu mempunyai impak yang besar dalam kesediaan emosi dan keyakinan.

Solat hajat
Bagi yang beragama islam, solatlah hajat sebaiknya malam sebelum esoknya. Buatlah solat malam setiap hari. Doakan anda tenang dan cemerlang menjawab untuk kertas esoknya.

Makan secukupnya
Ambil makanan yang berkhasiat, elakan makan makanan pedas, berempah atau berasid agar perut anda  tidak mengganggu anda semasa dalam dewan peperiksaan. Ambil sesudu madu untuk memberikan tenaga segera...

 Semasa melangkah dalam dewan peperiksaan

1. mulakan dengan kaki kanan dan berdoa, serta berselawat
2. melangkah dengan tenang ke tempat duduk anda
3. sentiasa beristigfar dalam hati mohon keampunan dan keredhaan Allah
4. Bagi soalan esei baca soalan dengan tenang dan sediakan rangka jawapan dengan pantas
5. Bagi soalan objektif mahupun subjektif  jawab soalan yang senang terlebih dahulu.. soalan yang agak susah disiapkan akhir sekali.
6. Jaga masa menjawab dan jaga tulisan anda
7. selepas menjawab semak berkali-kali sehingga berpuas hati elakkan tidur atau keluar awal.




Selepas peperiksaan
Anda disarankan tidak membincangkan soalan yang telah dijawab tadi... tumpukan kepada soalan peperiksaan seterusnya... teruskan berdoa mohon bantuan Allah agar kita diberikan kejayaan yang cemerlang.

semoga kalian semua  berjaya dengan cemerlang... amin

Saturday 13 August 2011

Keutamaan Lailatul Qadar

Saya ingin kongsikan sebuat artikel tentang Lailatul Qadar kepada sahabat semua semoga dapat menyemarakkan lagi semangat untuk beribadat di bulan Ramadha ini;


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Keutamaan Lailatul Qadar

Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1). Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya (yang artinya), “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar. (Zaadul Maysir, 6/179)

Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” Mujahid dan Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.

Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Baari, 6/306, Mawqi’ Al Islam Asy Syamilah). Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021)

Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.

Do’a di Malam Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at no. 25)

Tanda Malam Lailatul Qadar
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim no. 1174)

Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)

Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksana kan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan bukan seluruh malam. Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah: (1) Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf, (2) Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya, (3) Memperbanyak istighfar, dan (4) Memperbanyak do’a. (Lihat pembahasan di “Al Islam Su-al wa Jawab” pada link http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753)

Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau. Inilah penuturan ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim 1172)
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika ingin beri’tikaf.
Pertama, i’tikaf harus dilakukan di masjid dan boleh di masjid mana saja. I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.

Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, ”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho”. Perlu diketahui, hadits ini masih dipersilisihkan statusnya, apakah marfu’ (sabda Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).
Kedua, wanita juga boleh beri’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf. Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: (1) Diizinkan oleh suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki).
Ketiga, yang membatalkan i’tikaf adalah: (1) Keluar masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), (2) Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah: 187 di atas.

Keempat, hal-hal yang dibolehkan ketika beri’tikaf di antaranya: (1) Keluar masjid disebabkan ada hajat seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid, (2) Melakukan hal-hal mubah seperti bercakap-cakap dengan orang lain, (3) Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya, (4) Mandi dan berwudhu di masjid, dan (5) Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Kelima, jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 (sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan.

Keenam, hendaknya ketika beri’tikaf, sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. (pembahasan i’tikaf ini disarikan dari Shahih Fiqih Sunnah, 2/150-158)

Semoga Allah memudahkan kita menghidupkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan dengan amalan ketaatan. Hanya Allah-lah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal]

sumber: http://buletin.muslim.or.id/fiqih/menantikan-malam-lailatul-qadar

Rasulullah Menangis Kerana Melihat Seksaan Kaum Wanita

Sayidina Ali r.a menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah menangis manakala ia datang bersama Fatimah.Lalu keduanya bertanya mengapa Rasul menangis. Beliau menjawab “Pada malam aku di-isra’-kan,aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan.Itulah sebabnya mengapa aku menangis 



Kerana,menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya. Putri Rasulullah s.a.w kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya.”Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya dimana otaknya mendidih. Aku lihat perempuan digantung lidahnya,tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya. Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya,diulurkan ular dan kalajengking. Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri,di bawahnya dinyalakan api neraka.
 Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam,memakan tali perutnya sendiri. Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta,dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung,badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar,beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya.Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing,sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka,” kata Nabi s.a.w Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu? -
 
 Cara menutup aurat yang betul mengikut syariat Islam
 
Rasulullah menjawab: “Wahai putriku,adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya. – Perempuan yang digantung susunya adalah isteri yang ‘mengotori’ tempat tidurnya. – Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya,ia keluar rumah tanpa izin suaminya,dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas. – Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah kerana ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain. – Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka kerana ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya. – Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya kerana tidak sembahyang tapi mengamalkannya dan tidak mandi junub. – Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta..Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami. “Mendengar itu,Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis juga..”
 Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.Sampaikanlah kepada kawan-kawan kita yang lain.

Saturday 30 July 2011

Semarak Ramadhan



hayatilah video di bawah ini...


Saturday 23 July 2011

KELEBIHAN RAMADHAN



Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mempunyai banyak kelebihan. Kedatangannya selepas dua bulan yang juga tidak kurang keistimewaannya iaitu Rejab dan Sya'ban. Bagi tujuan menyuburkan rasa tanggungjawab dan rasa ingin menambahkan ibadat kepada Allah sepanjang Ramadhan ini, di sini dibawa beberapa hadis yang menceritakan mengenai kelebihannya.

1. Abu Hurairah menyatakan : Telah bersabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud : Apabila telah tibanya Ramadhan, dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup segala pintu neraka dan diikat segala syaitan. -Hadis dikeluarkan oleh imam Bukhari, Muslim, Nasai'e, Ahmad dan Baihaqi-

2. Daripada Abu Hurairah daripada Rasulullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud :Sesiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan nescaya akan diampuninya segala dosanya yang telah lalu. - Diriwayat oleh imam Nasai'e, Ibn majah, Ibn Habban dan Baihaqi-

3. Abu Hurairah telah berkata : Aku telah mendengar Rasulullah S.A.W bersabda tentang Ramadhan yang bermaksud : Sesiapa yang mendirikannya(Ramadhan) penuh keimanan dan keikhlasan diampunkan baginya apa dosanya yang telah lalu. - Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi, Abu Daud, Nasai'e,Malik,Ahmad dan Baihaqi-

4. Daripada Abu Hurairah telah berkata: Rasullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud : Sembahyang yang difardhukan kepada sembahyang yang sebelumnya merupakan penebus apa antara keduanya, dan Jumaat kepada Jumaat yang sebelumnya merupakan penebus apa antara keduanya, dan bulan kepada bulan(iaitu Ramadhan) merupakan kaffarah apa antara keduanya melainkan tiga golongan : Syirik kepada Allah, meninggalkan sunnah dan perjanjian (dilanggar). Telah berkata Abu Hurairah : Maka aku tahu perkara itu akan berlaku, maka aku bertanya: Wahai Rasulullah! adapun syirik dengan Allah telah kami tahu, maka apakah perjanjian dan meninggalkan sunnah? Baginda S.A.W bersabda : Adapun perjanjian maka engkau membuat perjanjian dengan seorang lain dengan sumpah kemudian engkau melanggarinya maka engkau membunuhnya dengan pedang engkau, manakala meninggal sunnah maka keluar daripada jamaah(Islam).-Hadis riwayat Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi-

5. Daripada Abi Soleh Az-zayyat bahawa dia telah mendengar Abu Hurairah berkata: Rassullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud : Setiap amalan anak Adam baginya melainklan puasa maka ia untukKu dan Aku akan membalasnya. Dan puasa adalah perisai, maka apabila seseorang berada pada hari puasa maka dia dilarang menghampiri(bercumbu) pada hari itu dan tidak meninggikan suara.Sekiranya dia dihina atau diserang maka dia berkata : Sesungguhnya aku berpuasa demi Tuhan yang mana diri nabi Muhammad ditanganNya maka perubahan bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari qiamat daripada bau kasturi, dan bagi orang berpuasa dua kegembiraan yang mana dia bergembira dengan keduanya apabila berbuka dia bergembira dengan waktu berbukanya dan apabila bertemu Tuhannya dia gembira dengan puasanya. -Hadis riwayat imam Bukhari, Muslim, Nasai'e, Ahmad, Ibn Khuzaimah, Ibn Habban dan Baihaqi-

PENERANGAN HADIS

1. Semua hadis menceritakan betapa besarnya kelebihan bulan Ramadhan untuk kita sama-sama menghidupkannya dengan segala amalan sunnah.

2. Pintu syurga dibuka sepanjang Ramadhan, manakala pintu neraka pula ditutup. Ini menggambarkan bagaimana Allah begitu mengasihani hambaNya yang taat beribadat dan menurut segala perintahNya.

3. Syaitan diikat sepanjang bulan Ramadhan agar kita dapat menunaikan segala ibadat dengan penuh keikhlasan. Tetapi kita perlu ingat bahawa kawan syaitan yang berada pada diri kita iaitu nafsu akan menggantikan tugas syaitan jika kita lalai.

4. Pentingnya keikhlasan dan keimanan kita dalam menunaikan ibadat.

5. Puasa mampu menjadi perisai diri daripada terjebak ke lembah maksiat, begitu juga ia mampu menghapuskan segala dosa-dosa yang lepas jika kita benar-benar bertaubat.

6. Kita mesti menghidupkan sunnah yang mana yang paling besar ialah berada dalam jemaah Islam terutama di dalam mengembalikan semula khilafah Islamiah yang telah lama dihancurkan iaitu pada 1924.

7. Jauhkan daripada syirik pada Allah sama ada berbentuk perbuatan, niat ataupun percakapan. Kita mesti mematuhi segala perjanjian yang dibuat selagi tidak melanggar hukum syarak.

8. Kita mesti berpuasa pada semua anggota bukannya pada makan dan minum sahaja.

9. Bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada bauan kasturi.

10. Orang berpuasa akan mengecapi dua kegembiraan iaitu ketika berbuka dan apabila bertemu Allah kelak.

11. Di dalam menunaikan ibadat puasa kita mesti banyak bersabar dan jangan suka berbual kosong apatah meninggikan suara apabila bercakap.

Biografi

1. Kitab Fadhailul Awqat oleh imam Al-Baihaqi,ditahqiq oleh Adnan Abdul Rahman MajidAl-Qaisi,Maktabah Al-Mnarah,Makkah.

2. Fathul Bari syarah sohih Bukhari oleh Ibn Hajar Al-'Asqalani

3. Syarah sohih Muslim oleh imam An-Nawawi.

sumber: http://www.ashtech.com.my/bulanislam


Artikel-artikel lain yang berkaitan:

Nisfu Syaaban dan fatwa tentangnya



Sebagaimana telah kita ketahui apabila tibanya malam 15 Sya’aban, ramai yang akan ke masjid untuk solat jemaah dan membaca yasin sebanyak 3 kali. Tetapi tahukah kita dari mana amalan itu berasal? Sedangkan kita tahu, bahawa sesuatu ibadah khusus yang dilakukan jika tiada amalan atau dalil dari nabi Muhammad S.a.w maka dikira bid’ah.

Persoalannya mengapa perlu dilakukan sebanyak 3 kali dan dikhususkan pada malam tersebut? Sedangkan bacaan Yasin boleh dilakukan pada bila-bila masa dan tidak terhad kepada berapa kali.

Seperti yang selalu saya lihat, bacaan Yasin yang dibuat sebanyak 3 kali itu dilakukan dengan pantas dan terkejar-kejar. Mungkin ianya sesuai dengan orang yang sudah mahir membaca Qasar, tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak mahir dengan bacaan Qasar lebih-lebih lagi bagi yang tidak mahir membaca AlQuran bertajwid. Tidakkah itu sudah menjadi tunggang-langgang dan tidak berlaku dalam keadaan yang tenang. Apakah bagus membaca AlQuran dalam keadaan tergesa-gesa dan salah tajwidnya? Apakah hikmah di sebalik tergesa-gesa dan tidak faham apa yang dibaca itu?

Sebenarnya tiada hadith yang sahih yang memberitahu tentang bacaan yasin 3 kali pada malam nisfu Syaaban ini dan jika ada pun, ianya adalah hadith berkenaan kelebihan malam nisfu Syaaban yang dhaif dan juga terdapat dalam hadith maudhu’ (palsu). Walau bagaimanapun ada sebahagian ulama berpendapat hadis dhaif boleh dipegang dalam amalan sunat secara perseorangan. Tetapi tidak sekali-kali dengan hadith maudhu’. Ingat, hadith maudhu’ maknanya hadith PALSU, dan hadith PALSU hanyalah hadith yang direka-reka oleh golongan tertentu. Dengan kerana itu, adalah penting agar kita berhati-hati dalam memahami martabat sesuatu hadith itu.

Namun , dalam soal bacaan Yasin sebanyak 3 kali dalam nisfu Syaaban tetap tidak ada hadith yang sahih berkenaannya dan amalan tersebut tiada ditunjukkan contoh langsung oleh nabi dan sahabat. Maka mengapa kita sekarang ini mengadakan majlis tersebut di masjid-masjid apabila tibanya malam nisfu Syaaban sahaja? Mengapa perlu menetapkan malam itu untuk membaca Yasin 3 kali dan berduyun-duyun menuju ke masjid sedangkan malam lain tidak? Itu yang perlu diperhati bersama.

Dan saya tidak berani mengatakan amalan tersebut haram. tetapi kita perlu ingat, amalan ibadah khusus yang bukannya berasal dari nabi sudah dikira bid’ah dan dibimbangi amalan itu akan menjadi penat dan lelah semata-mata kerana tidak berasas atau menambah dosa sahaja. Tetapi menurut fatwa dari Syeikh Abdul Aziz bin Baaz, amalan itu dikira bid’ah dan penjelasannya ada saya sertakan di bawah nanti.

Maka sebaiknya adalah kita lakukan sahaja amalan membaca Yasin atau apa-apa sahaja bacaan AlQuran , tanpa perlu dikhususkan 3 kali dan seumpamanya. Dan yang penting, bacaan itu biarlah TERTIB, TENANG dan memberi keinsafan kepada kita dan bukannya semata-mata mahu mengejar pahala sehingga membaca AlQuran dengan tergopoh dan salah tajwid dan mengatakan sepatutnya melakukan bacaan Yasin 3 kali itu.

Pengertian nisfu Syaaban

Nisfu dalam bahasa arab bererti setengah. Nisfu Syaaban bererti setengah bulan Syaaban. Malam Nisfu Syaaban adalah malam lima-belas Syaaban iaitu siangnya empat-belas haribulan Syaaban.

Malam Nisfu Syaaban merupakan malam yang penuh berkat dan rahmat selepas malam Lailatul qadr. Saiyidatina Aisyah r.a. meriwayatkan bahawa Nabi saw tidak tidur pada malam itu sebagaimana yg tersebut dalam sebuah hadis yg diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi r.a:

Rasulullah saw telah bangun pada malam (Nisfu Syaaban) dan bersembahyang dan sungguh lama sujudnya sehingga aku fikir beliau telah wafat. Apabila aku melihat demikian aku mencuit ibu jari kaki Baginda saw dan bergerak. Kemudian aku kembali dan aku dengar Baginda saw berkata dlm sujudnya, “Ya Allah aku pohonkan kemaafanMu daripada apa yg akan diturunkan dan aku pohonkan keredhaanMu daripada kemurkaanMu dan aku berlindung kpdMu daripadaMu. Aku tidak dpt menghitung pujian terhadapMu seperti kamu memuji diriMu sendiri.”

Setelah Baginda saw selesai sembahyang, Baginda berkata kpd Saiyidatina Aisyah r.a. “Malam ini adalan malam Nisfu syaaban. Sesungguhnya Allah Azzawajjala telah dtg kpd hambanya pada malam Nisfu syaaban dan memberi keampunan kpd mereka yg beristighfar, memberi rahmat ke atas mereka yg memberi rahmat dan melambatkan rahmat dan keampunan terhadap orang2 yg dengki.”

Hari nisfu sya’aban adalah hari dimana buku catatan amalan kita selama setahun diangkat ke langit dan diganti dengan buku catatan yang baru. Catatan pertama yang akan dicatatkan dibuku yang baru akan bermula sebaik sahaja masuk waktu maghrib, (15 Sya’aban bermula pada 14 hb sya’aban sebaik sahaja masuk maghrib)

Fatwa tentang merayakan malam Nisfu Syaaban

Bacaan yasin

Umat Islam di Malaysia umumnya menyambut malam nisfu Syaaban ( 15hb Syaaban) dengan mengadakan majlis membaca surah Yasin sebanyak tiga kali selepas solat Maghrib. Di celah-celah bacaan Yasin ini diselitkan dengan bacaan doa seperti , selepas bacaan Yasin pertama dengan doa untuk diselamatkan dunia akhirat, selepas bacaan Yasin kedua doa supaya dipanjangkan umur dalam keberkatan dan selepas bacaan Yasin ketiga doa supaya dianugerahkan rezeki yang halal.

Diperhatikan bahawa amalan sambutan Nisfu Syaaban yang kaifiatnya sebegini tidak diamalkan di tempat lain di seluruh dunia. Tidak hairanlah tiada fatwa yang dikeluarkan oleh Ulama muktabar dunia masa kini tentang sahih batilnya amalan ini.

Kita beramal dan beribadat adalah untuk mendapat pahala dan kebaikan . Amalan ini hendaklah ada contohnya dari Rasulullah s.a.w. atau sahabat-sahabat atau ada petunjuk yang jelas dari al-Quran dan as-sunnah . Amalan mengkhususkan bacaan dan doa tertentu pada sesuatu masa tanpa nas yang sahih adalah amalan bidaah yang tertolak dan dikhuatiri berdosa; setidak-tidaknya ia akan membazirkan masa dan memenatkan badan.

Kita boleh membaca surah Yasin sebanyak mungkin pada bila-bila masa untuk mendapat pahala tetapi tidak dengan mengkhususkan kepada malam nisfu Syabaan dan dengan bilangan tiga kali. Kita digalakkan berdoa apa saja kepada Allah s.w.t untuk kebaikan dunia dan di akhirat tetapi tidak perlu dikhususkan di celah-celah bacaan Yasin di malam nisfu Syaaban. Dan kita boleh membaca surah Yasin dan berdoa bersendirian, di mana-mana dan bila-bila saja dan tidak perlu berkampung di masjid-masjid dengan harapan mendapat ganjaran istimewa dari Allah s.w.t.

Berikut adalah fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama terkemuka di Timur Tengah untuk menjelaskan tentang amalan bidaah di malam nisfu Syaaban. Perhatikan bahawa beliau tidak menyebut amalan membaca Yasin dan doa-doa yang mengiringinya kerana amalan tersebut tidak diamalkan oleh penduduk di Timur Tengah atau di bahagian lain dunia Islam. Boleh dikatakan bahawa amalan baca Yasin dan doa ini adalah sebahagian dari sekian banyak amalan bidaah ciptaan rakyat tempatan khusus untuk amalan penduduk nusantara ini!

‘Solat Sunat’ Nisfu Syaaban

Firman Allah (mafhumnya): “Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu dan Aku telah redakan Islam itu menjadi agama untuk kamu.” [al-Maa’idah 5:3]. “Patutkah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang menentukan mana-mana bahagian dari agama mereka sebarang undang-undang yang tidak diizinkan oleh Allah?” [al-Syur.a 42:21]

Dalam kitab al-Sahihain diriwayatkan daripada `Aisyah (r.a) bahawa Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda: “barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kita ini yang mana bukan sebahagian daripadanya, akan tertolak.”

Dalam Sahih Muslim diriwayatkan daripada Jabir r.a, Nabi (s.a.w) bersabda dalam khutbah Baginda: “Tetaplah kamu dengan Sunnahku dan Sunnah para Khulafa’ Rasyidun, serta berpegang teguhlah padanya… Berwaspadalah terhadap perkara yang baru diada-adakan, kerana setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap perkara bid’ah itu adalah sesat.” Terdapat banyak lagi ayat Qur’an dan hadis yang seumpamanya.

Ini jelas sekali menunjukkan bahawa Allah telah sempurnakan agama umat ini, dan mencukupkan nikmatNya ke atas mereka. Tuhan tidak mengambil nyawa RasulNya sehinggalah Baginda selesai menyampaikan perutusan dengan seterang-terangnya dan menghuraikan kepada ummah segala apa yang telah diperintahkan Allah samada amalan perbuatan mahupun percakapan. Baginda s.a.w telah menerangkan bahawa untuk ibadah yang direka selepas kewafatan Baginda, segala bacaan dan amalan yang kononnya dilakukan menurut Islam, kesemua ini akan dicampakkan kembali kepada orang yang mencipta amalan tersebut, meskipun ia berniat baik.

Para Sahabat Nabi s.a.w tahu tentang hakikat ini, begitu juga para salaf selepas mereka. Mereka mengecam bid’ah dan menegahnya, sebagaimana telah dicatatkan dalam kitab-kitab yang menyanjung Sunnah dan mengecam bid’ah, ditulis oleh bin Waddah, al-Tartushi, bin Shamah dan lain-lain.

Antara amalan bid’ah yang direka manusia ialah menyambut hari pertengahan dalam bulan Syaaban (Nisfu Syaaban), dan menganjurkan puasa pada hari tersebut. Tidak ada nas (dalil) yang boleh dipercayai tentang puasa ini. Ada beberapa hadis dhaif telah dirujuk tentang fadhilat puasa ini, tetapi ianya tidak boleh dijadikan pegangan. Hadis-hadis diriwayatkan mengenai fadhilat doa sempena nisfu Syaaban kesemuanya adalah maudhu’ (rekaan semata-mata), sebagaimana telah diperjelaskan oleh sebahagian besar alim ulama. Kita akan lihat beberapa petikan dari ulasan para alim ulama ini.

Beberapa riwayat tentang hal ini telah dinukilkan daripada sebahagian ulama salaf di Syria dan lain-lain. Menurut jumhur ulama, menyambut nisfu Syaaban adalah bid’ah, dan hadis-hadis tentang fadhilat-fadhilat berkenaan hari tersebut adalah dhaif (lemah), sebahagian besar yang lain pula adalah maudhu’ (rekaan). Antara ulama yang memperjelaskan hal ini adalah al-Haafiz bin Rejab, di dalam kitabnya Lataa’if al-Ma’aarif, dan lain-lain. Hadis-hadis dha`if berkenaan ibadah hanya boleh diterimapakai untuk amalan ibadat yang terdapat menerusi nas-nas yang Sahih. Tidak ada asas yang Sahih bagi sambutan nisfu Syaaban, oleh itu hadis-hadis dha`if tersebut tidak dapat digunapakai.

Prinsip asas yang penting ini telah disebutkan oleh Imam Abu’l-‘Abbas Sheikh al-Islam bin Taymiyah (rahimahullah). Para alim ulama (rahimahumullah) telah sepakat bahawa apabila wujud perselisihan di kalangan umat, maka wajiblah merujuk kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah s.a.w. Apa-apa keputusan yang diperolehi daripada salah satu atau kedua-duanya adalah syariat yang wajib ditaati, sebaliknya apa-apa yang didapati bercanggah dengan kedua-duanya mestilah ditolak. Oleh itu sebarang amalan ibadat yang tidak dinyatakan di dalam kedua-dua (Qur’an dan Sunnah) adalah bid’ah dan tidak dibenarkan melakukannya, apatah lagi mengajak orang lain melakukannya atau mengiktirafkannya.

Sebagaimana Firman Allah (mafhumnya): “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada “Ulil-Amri” (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu) dan lebih elok pula kesudahannya.” [al-Nisa’ 4:59]

“Dan (katakanlah wahai Muhammad kepada pengikut-pengikutmu): Apa jua perkara agama yang kamu berselisihan padanya maka hukum pemutusnya terserah kepada Allah; Hakim yang demikian kekuasaanNya ialah Allah Tuhanku; kepadaNyalah aku berserah diri dan kepadaNyalah aku rujuk kembali (dalam segala keadaan).”[al-Shura 42:10]. “Katakanlah (wahai Muhammad): Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” [Aal ‘Imr.an 3:31]

“Maka demi Tuhanmu (wahai Muhammad)! Mereka tidak disifatkan beriman sehingga mereka menjadikan engkau hakim dalam mana-mana perselisihan yang timbul di antara mereka, kemudian mereka pula tidak merasa di hati mereka sesuatu keberatan dari apa yang telah engkau hukumkan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya.” [al-Nisa’ 4:65]

Banyak lagi ayat-ayat lain yang serupa maksudnya seperti di atas, yang menyatakan dengan jelas bahawa sebarang perselisihan wajib dirujuk kepada Qur’an dan Sunnah, seterusnya wajib mentaati keputusan yang diperolehi daripada kedua-dua Nas ini. Ini merupakan syarat iman, dan inilah yang terbaik untuk manusia di dunia dan di akhirat: “Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu) dan lebih elok pula kesudahannya” [al-Nisa’ 4:59 – mafhumnya] maksudnya ialah Hari Akhirat.

Al-Hafiz bin Rejab (R.A) menyebut di dalam kitabnya Lataa’if al-Ma’aarif tentang isu ini – setelah membincangkannya secara panjang lebar – “Malam Nisfu Syaaban asalnya diutamakan oleh golongan Tabi’in di kalangan penduduk Sham, antaranya Khalid bin Mi’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir dan lain-lain, di mana mereka beribadah bersungguh-sungguh pada malam tersebut. Orang awam menganggap bahawa malam tersebut adalah mulia kerana perbuatan mereka ini. Disebutkan bahawa mereka telah mendengar riwayat-riwayat Israiliyyat berkenaan kelebihan malam tersebut, sedangkan jumhur ulama di Hijaz menolak kesahihan riwayat ini, antara mereka adalah ‘Ata’ dan Ibnu Abi Malikah. ‘Abdul Rahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan fatwa ini daripada fuqaha’ (Ulama Ahli Fiqh) di Madinah, dan inilah pandangan ulama-ulama Maliki dan lain-lain. Kata mereka: semua ini adalah bid’ah…

Imam Ahmad tidak pernah diketahui menyebut apa-apa pun tentang (adanya sambutan) Malam Nisfu Syaaban… Tentang amalan berdoa sepanjang Malam Nisfu Syaaban, tidak ada riwayat yang sahih daripada Nabi (s.a.w) ataupun daripada Para Sahabat Baginda …”

Inilah apa yang telah disebutkan oleh al-Hafiz bin Rejab (R.A). Beliau menyatakan dengan jelas bahawa tidak ada langsung riwayat sahih daripada Rasulullah s.a.w mahupun daripada Sahabat-sahabat Baginda (R.A) mengenai Malam Nisfu Shaaban (pertengahan bulan Syaaban).

Dalam keadaan di mana tidak ada bukti shar’i bahawa apa-apa perkara itu disuruh oleh Islam, tidak dibenarkan bagi Umat Islam untuk mereka-reka perkara baru dalam agama Allah, tidak kiralah ianya amalan perseorangan ataupun berkumpulan, samada dilakukan secara terbuka mahupun tertutup, berdasarkan maksud umum hadith Rasulullah s.a.w: “Barangsiapa melakukan apa sahaja amalan yang bukan sebahagian daripada urusan kita ini [Islam], amalan itu akan tertolak.” Banyak lagi dalil yang menegaskan bahawa bid’ah mesti ditegah dan memerintahkan agar menjauhinya.

Imam Abu Bakr al-Tartushi (R.A) menyebut dalam kitabnya al-Hawadith wa’l-Bida’: “Ibn Waddah meriwayatkan bahawa Zayd bin Aslam berkata: Kami tidak pernah menemui seorang pun dari kalangan ulama dan and fuqaha’ kami yang memberi perhatian lebih kepada Malam Nisfu Shaaban, tidak ada juga yang memberi perhatian kepada hadith Makhul, atau yang beranggapan bahawa malam tersebut adalah lebih istimewa daripada malam-malam lain. Pernah ada orang mengadu kepada Ibnu Abi Maleekah bahawa Ziyad an-Numairi mengatakan bahawa pahala di Malam Nisfu Shaaban adalah menyamai pahala Lailatul-Qadar. Beliau menjawab, “Sekiranya aku dengar sendiri dia berkata begitu dan ada kayu di tanganku, pasti aku akan memukulnya (dengan kayu itu). Ziyad seorang pereka cerita.”

Al-Shaukani (R.A) berkata dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah: “Hadith yang berbunyi: ‘Wahai ‘Ali, barangsiapa bersolat seratus rakaat di Malam Nisfu Shaaban, dengan membaca pada setiap rakaat Ummul Kitab [Surah al-Fatihah] dan Qul Huwallahu Ahad sepuluh kali, Allah akan memenuhi segala keperluannya…’ Hadis ini maudhu’ (rekaan semata-mata). Susunan katanya menyebut dengan jelas ganjaran yang akan diterima oleh orang yang melakukannya, dan tidak ada orang yang waras yang boleh meragui bahawa ‘hadis’ ini adalah rekaan. Lebih-lebih lagi, perawi dalam isnad hadis ini adalah majhul (tidak dikenali). ‘Hadis’ ini juga diriwayatkan melalui sanad yang lain, yang mana kesemua adalah direka dan kesemua perawinya adalah are majhul (tidak diketahui asal-usulnya).

Di dalam kitab al-Mukhtasar, beliau menukilkan: Hadith yang menyebut tentang solat di tengah bulan Syaaban adalah hadis palsu, dan hadis Ali yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban – “ Apabila tiba malam pertengahan Syaaban, penuhilah malamnya dengan solat dan berpuasalah di siang harinya” – adalah dhaif (lemah).

Di dalam kitab al-La’aali’ beliau berkata, “Seratus rakaat di pertengahan Syaaban, membaca (Surah) al-Ikhlas sepuluh kali di setiap rakaat… (hadis ini) adalah maudhu’ (direka), dan kesemua perawi dalam tiga isnadnya adalah majhul (tidak dikenali) dan dhaif (lemah). Katanya lagi: dan dua belas rakaat, membaca al-Ikhlaas tiga puluh kali setiap rakaat, ini juga adalah maudhu’; dan empat belas (rakaat), juga adalah maudhu’.

Beberapa orang fuqaha’ telah tertipu oleh hadis palsu ini, antaranya pengarang al-Ihya’ dan lain-lain, dan juga sebahagian ulama mufassirin. Solat khusus di malam ini – di pertengahan bulan Syaaban – telah diterangkan dalam pelbagai bentuk, kesemuanya adalah palsu dan direka-reka.”

Al-Hafiz al-‘Iraqi berkata: “Hadith tentang solat di malam pertengahan Syaaban adalah maudhu’, dan disandarkan secara palsu terhadap Rasulullah s.a.w.”

Imam al-Nawawi berkata di dalam bukunya al-Majmu’: “Sembahyang yang dikenali sebagai solat al-raghaa’ib, didirikan sebanyak dua belas rakaat antara Maghrib dan ‘Isyak pada malam Jumaat pertama di bulan Rejab, dan sembahyang sunat Malam Nisfu Shaaban, sebanyak seratus rakaat – kedua-dua sembahyang ini adalah bid’ah yang tercela. Sepatutnya orang ramai tidak tertipu disebabkan ianya disebut dalam Qut al-Qulub dan Ihya’ ‘Ulum al-Din, atau oleh hadis-hadis yang disebutkan dalam kedua-dua kitab ini. Kesemuanya adalah palsu. Orang ramai juga tidak sepatutnya tertipu disebabkan kerana beberapa imam telah keliru dalam hal ini dan menulis beberapa helaian yang menyebut bahawa sembahyang ini adalah mustahabb (sunat), kerana dalam hal ini mereka tersilap.”

Sheikh al-Imam Abu Muhammad ‘Abd al-Rahman bin Isma’il al-Maqdisi telah menulis sebuah kitab yang amat berharga, yang membuktikan bahawa riwayat-riwayat tersebut adalah palsu, dan jasa beliau sangatlah besar. Alim `ulama telah membincangkan hal ini dengan panjang lebar, dan sekiranya kami ingin memetik keseluruhan perbincangan tersebut untuk dicatatkan di sini, tentu akan mengambil masa yang sangat panjang. Mudah-mudahan apa yang telah disebutkan di atas sudah memadai bagi anda yang mencari kebenaran.

Daripada ayat-ayat Qur’an, hadis-hadis dan pendapat ulama yang dipetik di atas, sudah jelas bagi kita bahawa menyambut pertengahan bulan Syaaban dengan cara bersembahyang di malamnya atau dengan mana-mana cara yang lain, atau dengan mengkhususkan puasa pada hari tersebut, adalah bid’ah yang ditolak oleh jumhur ulama. Amalan tersebut tiada asas dalam syariat Islam yang tulen; bahkan ianya hanyalah salah satu perkara yang diada-adakan dalam Islam selepas berakhirnya zaman Sahabat (radhiallahu `anhum).

Amat memadai, dalam hal ini, untuk kita fahami kalam Allah (mafhumnya):
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan agama kamu untukmu..…”[al-Ma’idah 5:3]. dan beberapa ayat yang seumpamanya; dan kata-kata Nabi s.a.w: “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kita ini yang (pada hakikatnya) bukan sebahagian daripadanya, tidak akan diterima” dan beberapa hadis yang serupa.

Dalam Sahih Muslim diriwayatkan bahawa Abu Hurarah (R.A) berkata: “Rasulullah s.a.w bersabda: ‘Janganlah kamu khususkan malam Jumaat untuk bersembahyang malam dan janganlah khususkan siang hari Jumaat untuk berpuasa, melainkan jika puasa di hari itu adalah sebahagian daripada puasa-puasa yang kamu amalkan berterusan-berterusan.’”

Seandainya dibenarkan untuk mengkhususkan mana-mana malam untuk amalan ibadah yang istimewa, sudah tentu malam Jumaat adalah yang paling sesuai, kerana siang hari Jumaat adalah hari yang paling baik bermula terbit mataharinya, sebagaimana disebutkan dalam hadis Sahih yang diriwayatkan daripada Rasulullah s.a.w. Memandangkan Nabi Muhammad s.a.w sendiri melarang dari mengkhususkan malam tersebut untuk bertahajjud, itu menandakan bahawa adalah lebih dilarang sekiranya dikhususkan malam-malam lain untuk sebarang bentuk ibadat, kecuali di mana terdapat nas yang Sahih yang mengkhususkan malam tertentu.

Oleh kerana telah disyariatkan untuk memenuhi malam Lailatul-Qadr dan malam-malam lain di bulan Ramadhan dengan bersolat, Rasulullah s.a.w memberi perhatian kepadanya dan menyuruh umatnya bersolat malam sepanjang tempoh tersebut. Baginda sendiri melaksanakannya, sebagaimana disebut dalam al-Sahihain, bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: “Barangsiapa bersolat qiyam di bulan Ramadan dengan penuh iman dan mengharapkan pahala, Allah akan ampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” dan “Barangsiapa memenuhi malam Lailatul Qadr dengan bersolat (sunat) disebabkan iman dan mencari pahala, Allah ampunkan kesemua dosanya yang telah lalu.”

Akan tetapi sekiranya disyariatkan untuk mengkhususkan malam pertengahan bulan Syaaban, atau malam Jumaat pertama di bulan Rejab, atau di malam Isra’ dan Mi’raj, dengan meraikannya ataupun dengan melakukan amalan ibadat yang khusus, maka sudah tentu Rasulullah s.a.w telah mengajar umatnya melakukannya, dan Baginda sendiri melakukannya. Jika pernah berlaku sedemikian, para Sahabat Baginda (R.A) pasti akan memperturunkan amalan amalan tersebut kepada umat terkemudian; tidak mungkin mereka menyembunyikan amalan daripada umat terkemudian, kerana mereka adalah generasi yang terbaik dan yang paling amanah selepas Rasulullah, radhiallahu `anhum, dan semoga Allah merahmati kesemua sahabat Rasulullah s.a.w.

Sekarang kita telah membaca sendiri kata-kata ulama yang dipetik di atas bahawa tidak ada riwayat daripada Rasulullah s.a.w mahupun Para Sahabat (R.A) berkenaan kelebihan malam Jumaat pertama bulan Rejab, atau malam pertengahan bulan Syaaban. Maka kita tahu bahawa menyambut hari tersebut adalah satu perkara baru yang dimasukkan ke dalam Islam, dan mengkhususkan waktu-waktu ini untuk amalan ibadat tertentu adalah bid’ah yang tercela.

Samalah juga dengan sambutan malam ke dua puluh tujuh bulan Rejab, yang mana disangkakan oleh sesetengah orang sebagai malam Isra’ dan Mi’raj; tidak dibenarkan mengkhususkan hari tersebut untuk amalan tertentu, atau meraikan tarikh tersebut, berdasarkan dalil yang dipetik di atas. Ini sekiranya tarikh sebenar Isra’ and Mi’raj telah diketahui, maka bagaimana sekiranya pandangan ulama yang benar adalah tarikh sebanar Isra’ and Mi’raj tidak diketahui! Pandangan yang mengatakan ianya berlaku pada malam ke dua puluh tujuh di bulan Rejab adalah riwayat yang palsu yang tiada asas dalam hadis-hadis sahih. Baik sekiranya seseorang itu berkata: “Perkara paling baik adalah yang mengikut jalan para salaf, dan perkara paling buruk adalah perkara yang diada-adakan.”

Kita memohon agar Allah membantu kita dan seluruh umat Islam untuk berpegang teguh kepada Sunnah dan menjauhi segala yang bertentangan dengannya, kerana Dialah yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang. Semoga Allah merahmati Pesuruh dan UtusanNya, Nabi kita Muhammad s.a.w, serta kesemua ahli keluarga dan Para Sahabat baginda.

Ulasan dan terjemahan fatwa : www.darulkautsar.com
[Dipetik daripada Majmu’ Fatawa Samahat al-Sheikh ‘Abdul-‘Aziz bin Baz, 2/882]

Tuesday 5 April 2011

Isu Semasa

Murid agama dibelasah guru meninggal
Oleh Rashidi Karim
bhnews@bharian.com.my
2011/04/04

SAIFUL SYAZANI  meninggal selepas tiga hari koma di  Hospital Sultanah Bahiyah, Alor Setar, semalam. Gambar kecil,  Saiful Sopfidee,
SAIFUL SYAZANI meninggal selepas tiga hari koma di Hospital Sultanah Bahiyah, Alor Setar, semalam. Gambar kecil, Saiful Sopfidee,
Mangsa koma tiga hari akibat alami pendarahan dalaman

KANGAR: Murid Tahun Satu sebuah sekolah agama persendirian di Arau, Saiful Syazani Saiful Sopfidee, 7, yang koma sejak tiga hari lalu selepas dibelasah gurunya, meninggal dunia di Hospital Sultanah Bahiyah (HSB), Alor Setar, pagi semalam.

Mangsa yang juga anak yatim, menghembuskan nafas terakhir jam 8.30 pagi selepas mengalami pendarahan dalaman di kepala dan komplikasi jantung akibat kejadian terbabit yang berlaku di bilik asrama sekolah agama itu, Khamis lalu.

Ketua Polis Daerah Arau, Superintendan Mohd Nadzri Hussain, berkata murid berkenaan meninggal dunia di Unit Rawatan Rapi (ICU) Pediatrik HSB dan kes kini disiasat mengikut Seksyen 302 Kanun Keseksaan yang boleh membawa kepada hukuman mati.

Katanya, polis akan menjalankan siasatan menyeluruh kejadian terbabit, apatah lagi ia membabitkan kematian.

“Perintah reman terhadap suspek berusia 26 tahun yang juga guru mangsa yang berakhir esok (hari ini), akan sambung bagi tujuan siasatan,” katanya enggan mengulas lanjut kes itu.

Difahamkan, punca kejadian mangsa dibelasah dengan teruk kerana didakwa mencuri wang RM7 milik rakan sekelas.
Akhbar semalam melaporkan Saiful Syazani yang juga anak yatim dibelasah dengan kejam oleh gurunya dalam keadaan kedua-dua tangannya terikat pada tingkap asrama sehingga menyebabkan mangsa koma dalam kejadian kira-kira jam 7 malam Khamis lalu.

Mangsa dikatakan berjaya membuka ikatan tangannya untuk melarikan diri hingga menimbulkan kemarahan guru berkenaan yang memukulnya tanpa belas kasihan.

Selepas memukul kepala, suspek dikatakan ‘naik minyak’ dan menggoncang badan mangsa serta menolaknya dengan kuat ke dinding yang dipercayai punca utama mangsa mengalami masalah pendarahan dalam kepala dan komplikasi jantung.

Suspek juga dikatakan sempat bersolat hajat selepas dimaklumkan doktor bahawa mangsa dalam keadaan kritikal sebelum bergegas ke Alor Setar dengan menaiki motosikal untuk melihat keadaan mangsa.

Guru terbabit yang juga warden asrama sekolah itu menyerah diri di Balai Polis Arau, Jumaat lalu selepas bapa mangsa, Saiful Sopfidee Marzuki, 34, membuat laporan di Balai Polis Alor Setar, jam 8 malam hari kejadian.

Sementara itu, pengetua sekolah agama terbabit, Yaakub Abu Soman, berkata pihaknya tidak akan membuat sebarang ulasan berhubung kejadian itu yang membabitkan guru dan murid sekolahnya atas arahan pihak polis.

"Kami akan mengadakan sidang akhbar selepas tempoh reman terhadap suspek yang juga guru sekolah ini tamat nanti," katanya.

Dalam pada itu, Saiful Sopfidee berkata, jenazah mangsa yang juga anak tunggal hasil perkongsian hidup dengan arwah isteri, Jahiyah Che Amat dikebumikan di Tanah Perkuburan Tok Paduk, di sini, selepas solat Maghrib, semalam.

Beliau berharap guru terbabit dikenakan tindakan tegas mengikut peruntukan undang-undang kerana perbuatannya yang tidak berperikemanusiaan itu.

Pengarah Pelajaran negeri, Mansor Lat, ketika mengulas kejadian itu berkata, pihaknya menyerahkan kes berkenaan kepada pihak polis kerana sekolah itu milik persendirian dan bukannya di bawah seliaan jabatan.

Pengikut Setia